Sorry, you need to enable JavaScript to visit this website.

Dengan e-commerce, liburan bukan lagi barang mewah

  • Perilaku konsumen kini beralih dari channel offline ke online untuk memesan paket liburan
  • 2016, pelaku e-commerce akan memaksimalkan layanan di perangkat mobile
Dengan e-commerce, liburan bukan lagi barang mewah

 
SEPANJANG 2015 merupakan tahun yang istimewa bagi pertumbuhan e-commerce di Indonesia. Betapa tidak,  sepanjang tahun ini pula, bisnis e-commerce dinilai oleh  asosiasi dan pelaku industri, tumbuh dengan sangat cemerlang.
 
Meski kontribusi belanja daring masih di bawah 1 persen dari total transaksi retail nasional, namun sejumlah pelaku e-commerce dan asosiasi mengaku optimis dengan perkembangan bisnis ini ke depannya.
 
Di antara sekian banyak bisnis e-commerce, penyedia tiket perjalanan dan pemesanan hotel diprediksi akan tumbuh pesat.
 
Menurut data dari Phocuswright dan Expedia (yang meneliti pasar online travel di Australia, China, Jepang, India, Indonesia, Malaysia, Selandia Baru, Singapura, dan Thailand), di Asia Pasifik pasar pemesanan travel online pada 2011 mencapai US$1,6 miliar, pertahunnya nilai tersebut naik 30%-40% pada periode-periode berikutnya.
 
Sementara berdasarkan catatan OTA (Online Travel Agent) seperti yang dirilis Tiket.com, niai reservasi hotel di Indonesia diperkirakan mencapai US$200 juta atau berkisar Rp2 triliun per tahun.
 
Dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 200-300 persen setiap tahunnya, Indonesia menjadi pasar yang potensial untuk mengembangkan bisnis travel online.
 
Tingginya penetrasi pengguna ponsel pintar diprediksi mampu meningkatkan pertumbuhan transaksi pemesanan tiket dan hotel secara daring. Menurut chief communication officer sekaligus cofounder PT Global Tiket Network (Tiket.com), Mikhael Gaery Undarsa, saat ini dunia e-commerce khususnya travel online tengah diminati dan berada dalam iklim yang kian kompetitif.
 
“Kepercayaan masyarakat terhadap jasa travel online ditambah dukungan pengembangan teknologi dan penguatan mitra strategis serta dukungan dari regulator, mampu mendorong tumbuhnya travel online Indonesia sebagai salah satu aset ekonomi kreatif bangsa.
 
“Layanan pemesanan tiket penerbangan dan pemesanan hotel menjadi layanan berkontribusi paling besar sepanjang 2015,” kata Gaery saat konferensi media di Jakarta, 29 Desember 2015.
 
Hingga akhir 2014, Gaery menyebut, Tiket.com telah melayani sedikitnya 2 juta transaksi dari semua layanan yang disediakan. Sepanjang 2015, pemesanan hotel mencapai pertumbuhan tertinggi, yakni meningkat 300 persen diikuti pemesanan tiket penerbangan dan kereta api.
 
“Diantara semua layanan yang ada, pertumbuhan terbesar tahun ini ada di pemesanan hotel. Pertumbuhannya sampai dua kali lipat dibanding tahun lalu, tetapi dari segi transaksi memang masih kalah dibanding pemesanan tiket pesawat dan kereta,” ucapnya.
 
Perilaku masyarakat memengaruhi bisnis e-commerce
 
Meningkatnya pemesanan hotel dan tiket berlibur secara daring, tak terlepas dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap industri e-commerce.
 
Sepanjang 2015, Tiket.com mendapati adanya perubahan perilaku masyarkat yang sebelumnya terbiasa melakukan pemesanan paket berlibur ke agen offline kini mulai mencoba channel baru.
 
Dengan e-commerce, liburan bukan lagi barang mewah“Banyak masyarakat yang baru pertama kali melakukan pemesanan hotel dan tiket berlibur secara online, karena mereka merasa lebih mudah membandingkan harga sesuai budget. Hal ini menjadikan liburan bukan lagi barang mewah, karena sudah bisa dijangkau semua kalangan,” ungkap Gaery (gambar).
 
Perilaku konsumen yang mulai beralih dari channel offline ke online diprediksi akan terus meningkat pada 2016. Meski begitu, pengguna lama masih akan melakukan transaksi dengan rata-rata pemesanan lebih dari 2,5 kali lipat dari biasanya dan 2 kali pemesanan, untuk pengguna baru akan menjadi hal yang biasa.
 
Sejauh ini, pertumbuhan pemesanan tiket pesawat terbesar masih berasal dari maskapai low cost seperti Lion Air, Air Asia dan Citilink. Sementara itu, kota wisata seperti Bali, Jogja, Surabaya, Bandung dan Semarang masih menjadi tujuan berlibur favorit masyarakat.
 
Asosiasi E-commerce Seluruh Indonesia (idEA) melihat, fenomena meningkatnya pemesanan paket berlibur secara daring berkembang seiring dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat akan keamanan saat bertransaksi.
 
Wakil ketua umum kebijakan publik idEA, Budi Gandasoebrata menyebut, hal tersebut terjadi karena tahun ini semakin banyak orang yang melakukan transaksi belanja daring untuk pertama kalinya.
 
Selain keamanan dan metode pembayaran yang beragam, menjadikan masyarakat ingin mencoba berbelanja kebutuhan lainnya secara daring.
 
“Untuk orang yang pertama kali belanja online, biasanya dia akan membeli kebutuhan lainnya lagi. Misalnya pertama kali dia beli gadget, karena merasa mudah dan bisa dipercaya, lalu beli tiket dan pesan hotel untuk berlibur. Kebiasaannya akan seperti itu,” ungkap Budi yang juga menjabat sebagai direktur PT Midtrans (Veritrans Indonesia).
 
Campur tangan pemerintah
 

Dengan e-commerce, liburan bukan lagi barang mewah

Berkaca pada kesuksesan India dan Tiongkok di industri e-commerce, Budi berharap pemerintah tidak terlalu banyak campur tangan dalam membesarkan bisnis ini.
 
Pemerintah sebagai regulator tidak banyak menerapkan kebijakan yang terkesan membatasi ruang gerak dan kreativitas pelaku e-commerce.
 
“Kami dari asosiasi berharap pemerintah membiarkan industri ini (e-commerce-red) tumbuh organik, jangan sampai pemerintah sebagai regulator memberikan banyak aturan hingga terkesan over regulations,” ungkap Budi.
 
Pemerintah, disebut Budi, bisa berkaca pada kesuksesan Tingkok dan India yang memberikan ruang untuk e-commerce berkembang.
 
Setelah tumbuh seperti yang diharapkan, pemerintah berperan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga startup bisa tumbuh dengan sendirinya seiring dengan tren yang berkembang di pasar.
 
“Industri e-commerce di Tiongkok bisa tumbuh karena pemerintah protektif dan tidak memperbolehkan pemain luar masuk, setelah terlihat pasarnya, pemerintah berkolaborasi, dan melakukan edukasi pasar bukan memberikan banyak batasan,” tambah Budi.
 
Batasan yang dimaksud Budi  berhubungan dengan regulasi yang tengah disusun pemerintah terkait dengan perlindungan konsumen dari unsur penipuan dan keamanan data saat berbelanja.
 
Bukan hanya itu, pemberlakuan pajak yang rencananya akan dibebankan masih harus dipastikan besarannya dan kategori e-commerce apa saja.
 
“Pemain e-commerce sejauh ini sudah dipastikan bayar pajak, tapi mengenai aturan perpajakan yang akan diberlakukan harus fair, kalau hanya pajak penghasilan atau pajak pertambahan nilai masih tidak masalah. Selain itu, e-commerce seperti apa yang akan dikenai pajak,” pungkasnya.
 
Selain menaruh perhatian pada regulasi, penetrasi pengguna ponsel pintar juga tak diabaikan. Tidak mengherankan jika konsumen yang mengakses melalui perangkat mobile akan menjadi salah satu fokus pelaku e-commerce dalam mengembangkan bisnis mereka.
 
“Seperti diketahui jika banyak pemain e-commerce yang belum mengoptimalkan layanan mereka di perangkat mobile. Tahun depan akan banyak e-commerce yang mengoptimalkan pengguna mobile untuk memberikan promo dan memaksimalkan layanan,” tandas Gaery.
 
Artikel Terkait:
 
Menuju industri e-commerce Indonesia
 
UKM Indonesia 'Go Digital'

Ritel offline di Indonesia akan kalah pamor dengan portal belanja daring

Tahun 2020, transaksi e-commerce Indonesia mencapai US$130 miliar
 
 
Untuk mengakses lebih banyak berita-berita teknologi serta informasi terkini, silahkan ikuti kami di 
TwitterLinkedIn or sukai laman kami di Facebook.
 

 
Keyword(s) :
 
Author Name :
 
Download Digerati50 2020-2021 PDF

Digerati50 2020-2021

Get and download a digital copy of Digerati50 2020-2021