Elevenia kembali kantongi investasi US$50 juta

  • Investasi akan digunakan untuk pemasaran, kantor baru & penambahan karyawan
  • Ekspansi akan menyasar kota-kota besar yang sulit menjangkau produk baru
Elevenia kembali kantongi investasi US$50 juta

 
MEMASUKI tahun ketiga kehadirannya di Indonesia, PT XL Planet (elevenia) mengumumkan kembali memperoleh tambahan pendanaan dari dua pemiliknya, PT XL Axiata Tbk (XL) dan SK Planet Korea Selatan.
 
Kali ini platform marketplace itu, mengantongi pendanaan sebesar US$50 juta (setara dengan RP695 miliar) sehingga total keseluruhan investasi mencapai US$110 juta (Rp1,5 triliun).
 
Tambahan investasi yang digelontorkan XL dan SK Planet disebut oleh CEO elevenia James Lee (gambar di atas) tidak terlepas dari kesuksesan yang diraih selama dua tahun beroperasi di Indonesia.
 
Sepajang tahun 2015 saja, elevenia berhasil mencatat nilai transaksi sebesar Rp1,3 triliun.
 
“Dengan investasi yang dikucurkan tentu target transaksi di tahun meningkat. Setelah mencatatkan nilai transaksi Rp1,3 triliun, kami menargetkan angkanya mencapai Rp3,5 triliun,” kata James kepada DNA di Jakarta.
 
Menurunya, dana yang diperoleh akan dialokasikan ke dalam empat hal utama, yakni peningkatan layanan, pemasaran, memindahkan kantor ke lokasi yang lebih luas dan mengembangkan platform baru.
 
“Kami akan terus berinovasi untuk memberikan pengalaman terbaik bagi konsumen, penjual, dan partner. Untuk itulah, kami merasa butuh dukungan lebih besar dengan target yang ingin dicapai dan pendanaan tambahan yang telah kami terima,” tandasnya.
 
Salah satu inovasi yang dimaksud oleh pria asal Korea Selatan ini, yakni pengembangan platform
dan menyediakan layanan baru.
 
Prioritas utama di awal  2016  adalah menampilkan ‘wajah baru’ serta menyediakan kupon elektronik, Mokado.
 
Sediakan layanan ‘khusus’ titip beli dari Korea
 
James mengakui jika tahun 2015 transaksi e-commerce di Indonesia tumbuh pesat dibandingkan tahun sebelumnya. Namun ada karakter yang menurutnya unik dan berbeda dengan negara lain, yakni tingginya transaksi melalui perangkat mobile dibandingkan melalui desktop.
 
“Kami mencatat hampir 65 persen pengguna mengakses dan membeli produk langsung dari smartphone, hal ini membuktikan Indonesia memang negara dengan penetrasi mobile yang cukup tinggi dengan jumlah pengguna kartu prabayar terbanyak dan platform Android menjadi terpopuler,” ucapnya.
 
Ia mengklaim, dalam sehari elevenia mencatatkan 20 ribu transaksi dari 2 juta pengguna dengan ketersedaan 4 juta produk dan 30 ribu penjual. Sedangkan pada Januari 2016, kunjungan melalui aplikasi dan desktop mencapai 40 juta.
 
Sementara dalam sehari ada lebih dari 1 juta transaksi di elevenia dan 70 persen diantaranya berasal dari daerah Jabodetabek. Mayoritas produk yang dibeli berada dikisaran harga Rp 300 - 500 ribu untuk produk mulai dari pulsa isi ulang hingga produk asal Korea.
 
“Tahun ini rencananya kami akan melakukan ekspansi dengan fokus pemasaran ke kota besar seperti Semarang, Surabaya dan beberapa kota di Semarang. Penjualan elektronik paling tinggi di Semarang, mungkin karena akses mendapatkan produk baru di daerah susah sehingga belanja daring jadi pilihan,” aku James.
 
VP marketing elevenia Madeleine Ong De Guzman menambahkan, selain gadget dan elektronik produk jasa seperti pulsa, tiket konser dan tiket kereta api juga banyak dicari.
 
Menariknya, Madeleine menyebut untuk elevenia secara khusus menawarkan layanan "titip beli” barang dari Korea mulai dari produk fashion, kosmetika, kue, hingga music.
 
“Layanan titip beli ini memang sedang tinggi karena behave konsumen memang sedang dijangkit  ‘demam K-Pop’. Kami pastikan barang yang tersedia memang asli dari Korea Selatan,” pungkasnya.
 
Selain gadget dan elektronik, produk fashion juga memiliki peminat yang cukup, baik produk fashion impor, maupun buatan UKM lokal.
 
Demi menjangkau pelaku UKM, elevenia kerap melakukan edukasi offline agar mereka yang berlum terbiasa berjualan dan membeli produk secara daring bisa tertarik.
 
James menargetkan, tahun ini ada 100-150 sellers dari kalangan UKM dengan lebih 1.000 produk yang akan tersedia di elevenia.
 
Seiring dengan semakin meningkatnya transaksi dan seller, James memastikan pihaknya memiliki strategi yang berbeda dalam memenuhi pesanan. Jika marketplace lain memilih untuk membangun gudang, maka elevenia  sebaliknya, justru tidak memiliki keinginan tersebut.
 
“Kami tidak ada rencana untuk itu (membangun gudang.red), semua ada spesilsasi masing-masing. Bagi kami membangun gudang justru akan menjadi kendala yang cukup besar, karena harus menampung barang-barang dari seller lalu mengirimnya ke pembeli terlebih dengan cakupan geografis Indonesia yang sangat luas.
 
“Sejauh ini, kami masih mengandalkan kemitraan dengan partner logistik seperti JNE, TIKI, dan First Logistic dalam hal pengiriman,” kata James.
 
Sediakan beragam metode pembayaran, selain COD
 

Elevenia kembali kantongi investasi US$50 juta

Menariknya, untuk urusan pembayaran, CFO elevenia Lila Nirmandari mengaku ‘alergi’ dengan sistem pembayaran Cash on Delivery (COD). Menurutnya, meski sistem COD merupakan cikal bakal e-commerce, namun hal tersebut justru menjadi kendala bagi pertumbuhan transaksi daring kedepannya.
 
“Menurut kami transaksi dengan COD justru memakan biaya lebih mahal dan tidak terlalu efektif kedepan.
 
“Karena beresiko bagi penjual dan bagi kami, tingkat kegagalan bisa mencapai 35 persen sebut saja kalau produknya tidak sesuai pesanan harus ditukar dan bolak-balik sehingga biayanya jadi lebih besar,” ucapnya.
 
Saat ini market di Indonesia disebut Lila sudah cukup dewasa dalam bertransaksi daring. Hal itu dapat dilihat dari beragamnya metode pembayaran yang dipilih pengguna, mulai dari transfer bank, kartu kredit, hingga uang elektronik.
 
“Pembayaran masih didominasi transfer bank sekitar 40-50 persen transaksi, disusul kartu kredit sebesar 30 persen, sementara uang elektronik masih kecil yakni kurang dari 1 persen, sisanya beragam bisa melalui pembayaran di tempat atau dari channel partner seperti Indomaret,” tambahnya.
 
Masih kecilnya pembayaran melalui uang elektronik tidak terlepas dari aturan pemerintah yang membatasi saldo maksimal. Karena itu, perlu ditingkatkan pengalaman saat bertransaksi sehingga penggunaan uang elektronik pun akan ikut tumbuh.
 
“Kami melihat pengguna masih kesulitan dalam melakukan pembayaran dengan e-money karena tiap operator punya batasan dan tidak memberi kebebasan ke penggunanya. Mungkin hal ini bisa jadi masukan untuk bahan koreksi operator,” ungkap Lila.
 
Terkait dengan rencana pemerintah untuk membuat National Payment Gateway, Lila mengaku pihaknya mendukung rencana pemerintah sejauh hal itu tidak menyulitkan dan melibatkan banyak pihak.
 
Artikel Terkait:
 
Celcom forms JV with SK Telecom’s e-commerce subsidiary
 
XL tantang mahasiswa jadi direksi
 
Dorong pertumbuhan ekosistem 4G, XL luncurkan tabungan kuota
 
Despite economic doldrums, 11street bullish on Malaysia
 
 
Untuk mengakses lebih banyak berita-berita teknologi serta informasi terkini, silahkan ikuti kami di 
TwitterLinkedIn or sukai laman kami di Facebook.
 

 
Keyword(s) :
 
Author Name :
 
Download Digerati50 2020-2021 PDF

Digerati50 2020-2021

Get and download a digital copy of Digerati50 2020-2021