Doctor Gratis Plus, konsultasi kesehatan menggunakan smartphone
By Oleh Masyitha Baziad September 30, 2015
- Kawasan Asia Pasifik akan berkontribusi 30% dari market share pasar mHealth
- Setelah layanan gratis, Doctor Gratis kini hadirkan layanan premium berbayar
KONDISI kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam beberapa dekade terakhir. Terutama sejak diluncurkannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh pemerintah Indonesia di awal 2014.
Industri kesehatan konvensional, seperti kehadiran jaringan rumah sakit, kunjungan pasien ke rumah sakit dan konsultasi tatap muka yang biasanya dihindari, kini malah diminati.
Tak hanya itu saja, meningkatnya kesadaran terhadap kesehatan membuat masyarakat pun membutuhkan kehadiran solusi kesehatan yang cepat, praktis dan akurat dengan memanfaatkan teknologi komunikasi.
Maka lahirlah Mobile Health (mHealth), sebuah layanan seputar informasi kesehatan yang menggunakan perangkat komunikasi mobilephone seperti PDA (Personal Digital Assistant) dan ponsel.
Jangan heran, bila berdasarkan hasil studi PwC dan GSMA dalam laporannya yang berjudul mHealth Insights disebutkan bahwa solusi yang memanfaatkan perkembangan perangkat mobile untuk memberikan akses kesehatan di mana saja, atau dikenal juga dengan sebutan mHealth, kini menjadi atraktif.
Laporan ini memprediksi bahwa, pendapatan dari mHealth secara global bisa mencapai US$23 miliar atau setara Rp337,3 triliun pada 2017, dengan pangsa pasar terbesar berada di Eropa dan kawasan Asia Pasifik, masing-masing sebesar 30 persen.
Lebih lanjut, mengutip laporan bertajuk Touching Lives Through Mobile Health: Assessment of the Global Market Opportunity, PwC dan GSMA menyatakan layanan dan aplikasi pemantauan kesehatan akan mewakili 65 persen dari pasar mHealth pada 2017 nanti.
Besarnya potensi, namun masih terbatasnya pemain, membuat peluang untuk terjun di industri mHealth ini terbuka lebar.
Ini pula yang membuat sebuah perusahaan startup kesehatan digital berbasis di Singapura, Health2i Pte Ltd meluncurkan teknologi inovasi berupa aplikasi Doctor Gratis Plus di Indonesia, pada 3 September 2015 lalu.
Aplikasi berbasis Android ini dirancang untuk memungkinkan pasien atau pengguna Android melakukan konsultasi kesehatan via ponsel. Dengan aplikasi ini, pasien bisa bertatap muka dengan dokter/dokter spesialis bersertifikat secara virtual untuk mendapatkan diagnosis.
Health2i sangat tanggap akan ceruk pasar yang cukup besar dari industri ini. “Kami melihat pasar kesehatan mobile [mHealth market] di dunia akan berkembang pesat, mulai dari layanan kesehatan mendasar seperti live chat, hingga yang lebih canggih seperti telemedicine untuk rumah sakit.
“Kami memperkirakan layanan kesehatan dasar melalui mobile ini bisa mencapai 900 juta hingga 1,2 miliar pengguna pada 2017 nanti, segmen ini lah yang disasar oleh Doctor Gratis Plus,” ujar direktur medis dari Health2i Dr Jacques Durand dalam konferensi pers di Jakarta, 3 September.
Ide aplikasi mobile ini mudah saja jika Anda merasa tidak enak badan, atau mengalami keluhan-keluhan lainnya, unduh aplikasi ini, daftarkan identitas diri berupa nama dan alamat surat elektronik, tambahkan detil metode pembayaran [dengan kartu kredit], lalu Anda bisa memilih dokter mana yang ingin Anda minta waktunya untuk berkonsultasi.
Karena layanan ini adalah layanan premium 24 jam penuh, maka setiap pengguna dapat memilih untuk berlangganan secara bulanan seharga US$9,95 (sekitar Rp145 ribu), atau berlangganan secara tahunan seharga US$99 (sekitar Rp 1,45 juta).
Pengguna dapat menikmati konsultasi melalui Doctor Gratis Plus secara cuma-cuma dengan memasukkan kode akses yang didapat dari asuransi kesehatan yang telah terdaftar sebagai mitra dalam aplikasi ini.
Meski untuk saat ini, jumlah dokter spesialis dari Indonesia masih di bawah 10 orang, tetapi ke depannya, Doctor Gratis Plus akan menggandeng banyak dokter dan menjalin kerjasama dengan rumah sakit terkenal di tanah air.
“Kami berharap dalam beberapa minggu setelah peluncuran aplikasi premium ini, kami bisa bekerjasama dengan rumah sakit di Indonesia.”
“Jadi, jika pasien pengguna aplikasi Doctor Gratis Plus terbiasa berkonsultasi dengan dokter spesialis dari rumah sakit tertentu, maka jika kerjasama sudah terjalin, konsultasi bisa dilakukan dari ponsel pintar pasien, dengan waktu yang sudah disepakati bersama,” tambah Jacques (gambar).
Menurutnya aplikasi ini akan menjawab kesulitan masyarakat urban, terutama yang harus berhadapan dengan kemacetan, dan antrian di rumah sakit yang panjang.
Aplikasi ini dapat mengubah tatanan industri kesehatan di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya menuju digitalisasi industri serta pemanfaatan teknologi untuk efisiensi dan efektifitas layanan kesehatan di masa yang akan datang.
“Yang dilihat sekarang ini baru benar-benar layanan dasar berbayar dengan konsultasi video. Ke depannya, Doctor Gratis Plus ingin bekerjasama untuk mendapatkan akses data kesehatan elektronik [electronic medical records], serta mendapatkan izin untuk memberikan resep obat daring,” katanya.
Menurut Jacques, nantinya, Doctor Gratis Plus akan banyak menggali potensi integrasi di industri kesehatan.
Asuhan program BizSpark Microsoft
Saat berkonsultasi kesehatan melalui video call, pasien diminta untuk mengirimkan foto atau gambar kepada dokter yang melakukan konsultasi. Hal ini sempat dipertanyakan, karena menyangkut keamanan data dan informasi pribadi penggunanya.
Demi menjaga keamanan pribadi penggunanya, Doctor Gratis Plus bermitra dengan Microsoft, menggunakan teknologi cloud dari Microsoft Azure, penyimpanan data yang mumpuni, aman dan terjamin.
“Kami perlu sebuah platform infrastruktur teknologi informasi yang aman dan memiliki standarisasi international. Dengan Microsoft Azure, pelanggan yang menjadi pasien bisa dengan aman mengirimkan foto-foto penting, dari manapun dan kapanpun, sehingga para dokter dapat memberikan diagnosa yang akurat dan tepat waktu,” ujar Jacques.
Keamanan data pasien disadari merupakan isu paling utama dalam kelanjutan perkembangan layanan premium Doctor Gratis Plus.
“Azure memegang sertifikasi termasuk penyedia infastruktur cloud pertama yang memiliki sertifikasi HIPAA [Health Insurance Portability and Accountability Act], dan beragam sertifikasi yang menjamin privasi di cloud,” kata Developer Experience & Evangelism director, Microsoft Indonesia, Anthonius Henricus pada Digital News Asia (DNA).
Lebih lanjut, menurut Anthonius (gambar), kerjasama Microsoft Azure dan Health2i dapat berjalan lancar karena Health2i merupakan bagian dari program pendukung startup milik Microsoft, bertajuk BizSpark.
“Dalam program BizSpark, Microsoft ingin membantu para startup membangun bisnis, sehingga mulai dari proses pengumpulan ide, membangun aplikasi, hingga berjalan dan bisnisnya mendatangkan profit, dapat menggunakan teknologi Microsoft secara gratis,” tambahnya.
Jelas, Health2i dalam membangun aplikasi Doctor Gratis Plus mendapatkan keuntungan kompetitif karena bisa menggunakan infrastruktur cloud Microsoft Azure secara gratis selama tiga tahun.
“Dukungan kita pada Health2i meliputi piranti lunak, layanan, dukungan teknis, dan platform cloud Azure,” ujarnya.
Ia menambahkan, perusahaan baru atau startup bisa menjadi bagian dari BizSpark selama perusahaannya berpenghasilan kurang dari US$1 juta (sekitar Rp14,7 miliar) per tahun, merupakan perusahaan swasta, dan berusia kurang dari 5 tahun.
Memulai penetrasi pasar dengan layanan gratis
Sebelum hadir dengan layanan berbayar Doctor Gratis Plus, Health2i sudah lebih dahulu masuk ke pasar Indonesia pada tahun 2013 dengan aplikasi mobile Doctor Gratis.
Aplikasi ini menyediakan berbagai tips dan informasi kesehatan yang terbagi dalam 8 topik kesehatan terpopuler, serta konsultasi kesehatan secara gratis.
“Aplikasi Doctor Gratis sebenarnya dimulai di Indonesia, sekitar dua tahun lalu, namun kami menyadari kami harus ekspansi ke luar Indonesia, dan kami pun ekspansi ke India dan Pakistan, mengingat populasi di sana cukup besar, dan kebutuhan akan layanan kesehatan mobile juga besar,” tambah Jacques.
Berkembang pesat dalam dua tahun terakhir, Jacques mengklaim aplikasi mobile Doctor Gratis sudah dinikmati oleh 2 juta pelanggan aktif di lebih dari 30 negara. “Kami populer di Indonesia, India dan Pakistan, namun kami juga meraih pasar yang baik di Amerika Serikat dan negara-negara Afrika.”
“Alasannya mudah saja, semakin banyak masyarakat, terutama anak remaja, yang ingin mendapatkan tips-tips gratis dari dokter yang memiliki reputasi baik,” lanjutnya.
Sebanyak 60 persen dari pengguna aktif layanan bebas biaya Doctor Gratis, berasal dari Asia, dengan 45 persen pengguna datang dari Indonesia, 16 persen dari India, 12 persen dari Pakistan, 10 persen dari Filipina, dan 4% dari Malaysia.
Sedangkan 40 persen sisa pengguna aktif Doctor Gratis berada di luar Asia, di mana 30 persen penggunanya datang dari Amerika Serikat, 18 persen dari Nigeria, 12 persen dari Afrika Selatan, 6 persen dari Kanada, serta 5 persen masing-masing dari Inggris dan Ghana.
Artikel Terkait:
Ooredo and Leo Messi Foundation launch more mobile health clinics in Indonesia
Connecting the healthcare dots with big data
Accelerating healthcare through mobility and analytics
Untuk mengakses lebih banyak berita-berita teknologi serta informasi terkini, silahkan ikuti kami di Twitter, LinkedIn or sukai laman kami di Facebook.