Sorry, you need to enable JavaScript to visit this website.

Jakarta bentuk Satgas khusus untuk awasi Uber … dan GrabCar

  • Sebanyak 30 mobil terjaring razia dalam 3 bulan terakhir, para pengemudi resah
  • Pemerintah tekankan adanya entitas legal; pengamat menilai ada kesalahpahaman
Jakarta bentuk Satgas khusus untuk awasi Uber … dan GrabCar

To read this article in English, please click here.

JAKARTA menjadi satu lagi kota yang menolak keberadaan jasa layanan transportasi berbagi atau ride-sharing seperti yang ditawarkan oleh perusahaan teknologi berbasis di Amerika Serikat, Uber Technologies Inc, dan perusahaan asal Singapura, GrabTaxi.
 
Satuan Tugas (Satgas) Tata Tertib Lalu Lintas diresmikan oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sabtu pagi, 12 September 2015.Satgas ini mengemban tugas penting.Utamanya untuk menindak para pelanggar aturan lalu lintas ibukota.
 
Lebih spesifik lagi, untuk mengawasi kendaraan yang terutama bernaung di bawah Uber, yang beroperasi di jalanan ibukota.
 
“Kita harus bertindak dan mengirimkan peringatan kepada Uber, bahwa operasionalnya ilegal,” ujar Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, Andri Yansyah pada Digital News Asia (DNA) di kantornya, 15 September, di Jakarta.
 
Otoritas DKI Jakarta dibawah Dishub, menolak operasional Uber di ibukota hingga perusahaan ini membangun entitas perusahaan legal, dan mengikuti peraturan layanan transportasi yang ada, dalam hal ini UU Nomor 22/2009.
 
Jika hal ini tidak diindahkan Uber, maka Satgas yang dibentuk Sabtu lalu, siap untuk menahan lagi kendaraan-kendaraan yang beroperasi dengan sistem Uber, katanya.
 
Sampai dengan saat ini, pihaknya sudah menahan sebanyak 30 kendaraan dalam kurun waktu tiga bulan, yakni Juli hingga September.
 
Awalnya saat ditemui disela kegiatannya pada 15 September, dia  menyatakan 30 kendaraan tersebut beroperasi hanya dengan sistem Uber. Namun saat dikonfirmasi kembali sehari kemudian ia mengatakan bahwa kendaraan tersebut beroperasi dengan sistem Uber dan GrabCar.
 
Sayangnya tidak dijelaskan lebih detil berapa jumlah kendaraan milik Uber maupun GrabCar. Namun dari keterangannya diyakini bahwa mayoritas kendaraan tersebut beroperasi dengan jaringan Uber.
 
Menurutnya permasalahan utama dari dua layanan taksi ini terletak pada penggunaan kendaraan pribadi berplat hitam yang tidak teregistrasi untuk mengangkut penumpang.
 
“Kita menahan 30 kendaraan ini untuk memberikan peringatan. Pertama kita tahan 10, lalu kita tahan lagi 20, selama mereka belum menaati peraturan, tindakan penahanan akan terus kita lakukan.
 
“Kita bertindak bukan tanpa alasan. Layanan ini tidak jelas kantornya dimana, tidak membayar pajak pula,” ujarnya merujuk pada Uber.
 
“Bagaimana jika terjadi sesuatu pada penumpang? Siapa yang bertanggung jawab?” tambahnya.
 
Menurutnya permintaan pemerintah sudah jelas. Uber dan GrabCar harus memenuhi tujuh syarat untuk bisa beroperasi di Jakarta:
 

1) Harus berbadan hokum
 
2) Memiliki surat domisili usaha
 
3) Memiliki izin penyelenggaraan jasa
 
4) Memiliki minimal lima unit kendaraan
 
5) Memiliki sentra kendaraan untuk pelayanan dan perawatan
 
6) Lolos dalam uji kendaraan bermotor (kir)
 
7) Menyiapkan administrasi operasional

 
Hingga artikel ini dimuat, baik pihak Uber maupun GrabCar belum memberikan respon apapun terkait penangkapan kendaraan yang beroperasi di bawah jaringannya.
 
Meski demikian, Uber secara resmi menyangkal pemberitaan yang beredar mengenai penangkapan kendaraannya.
 
“Anda telah diberikan informasi yang tidak tepat oleh aparat kepolisian Jakarta,” ujar juru bicara Uber, Karun Arya kepada Reuters.
 
Pada Agustus lalu, Head of Marketing GrabTaxi Indonesia, Kiki Rizki menyatakan kepada The Jakarta Post bahwa perusahaannya telah memenuhi ketujuh kriteria tersebut sebelum beroperasi secara resmi di Jakarta. Hal ini juga telah disampaikan pihaknya pada Andri.
 
“[Kami] mengonfirmasi bahwa kami telah memenuhi ketujuh syarat tersebut. Bahkan pada sebuah acara diskusi, [Andri] meminta kami untuk menunjukkan semua bukti dokumen bukti pemenuhan syarat tersebut,” ujarnya seperti ditulis The Jakarta Post.
 
Kiki menambahkan bahwa perusahaannya akan meminta waktu untuk berdiskusi kembali dengan pihak pemda DKI untuk menegaskan bahwa layanannya legal dan teregistrasi.
 
GrabTaxi akan terus melanjutkan operasional layanan GrabCar, katanya.
 
Jika dirunut kembali, sebenarnya yang diinginkan pemerintah mudah saja: Hadir disini dengan legalitas hukum, dapatkan izin operasional, bayar pajak, dan kita baik-baik saja.
 
Namun apakah hal ini benar-benar semudah kedengarannya?
 
Miskonsepsi besar
 
Jakarta bentuk Satgas khusus untuk awasi Uber … dan GrabCarBanyak konsumen yang menganggap Uber atau GrabCar adalah sebuah perusahaan transportasi yang menawarkan jasa transportasi melalui aplikasi ponsel.
 
Disinilah, menurut Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit (gambar di samping), terjadi miskonsepsi.
 
“Saya rasa ada miskonsepsi besar tentang Uber. Uber itu sebuah platform, dan oleh karenanya pemerintah perlu melihat Uber dengan kacamata berbeda, yakni kategori layanan transportasi yang berbeda.
 
“Uber ini berbeda dengan taksi biasa,” ujarnya pada DNA melalui surat elektronik.
 
Sebaiknya pemerintah fokus kepada regulasi yang dapat melindungi dan menjamin keamanan pelanggan, daripada cenderung memaksa Uber untuk membangun entitas perusahaan legal di Indonesia.
 
“Membangun entitas legal sebenarnya tidak relevan jika melihat jasa yang ditawarkan Uber kepada pelanggannya,” ujar Danang.
 
“Kita ambil contoh Agoda dan Amazon. Mereka menawarkan layanan yang unik untuk pelanggannya, namun dua-duanya tidak memiliki entitas legal di Indonesia,” tambahnya.
 
Jika yang dikhawatirkan pemerintah adalah persoalan aliran pajak, maka pemerintah harus duduk dan memikirkan cara untuk mengenakan pajak kepada pengemudinya, saran Danang.
 
“Kita harus membedakan mana ilegal dan mana pasar yang tidak teregulasi. Uber ini beroperasi di pasar yang tidak teregulasi,” tambahnya.
 
Danang pun memberikan contoh apa yang terjadi di Manila. Awal tahun ini di Filipina, Departemen Transportasi dan Komunikasi mengubah regulasinya dengan memasukkan sebuah klasifikasi baru yang mengakui adanya layanan jasa transportasi berbagi atau ride-sharing.
 
Dengan adanya perubahan regulasi tersebut GrabTaxi menyatakan layanan GrabCar-nya akan menjadi layanan pertama yang akan diakui secara legal sebagai sebuah ‘Perusahaan Jaringan Transportasi’ di Filipina.
 
“Layanan ini [Uber] membutuhkan regulasi khusus karena mereka beroperasi dalam skema yang berbeda daripada perusahaan transportasi konvensional,” ujar Danang.
 
Ada alasan mengapa Uber sepertinya sangat ‘kebakaran jenggot’ menghadapi serangan dari otoritas terkait di DKI Jakarta, bukan malah GrabTaxi.
 
Menurut Danang, hal ini karena GrabTaxi memiliki “strategi hubungan pemerintahan” yang lebih baik dibandingkan dengan Uber, dengan telah secara legal berada di bawah naungan PT GrabTaxi Indonesia.
 
“Ini artinya mereka sudah memiliki entitas legal, membayar pajak, ditambah lagi [GrabTaxi] menggunakan armada taksi [untuk layanan GrabTaxi].”
 
“Meski GrabTaxi juga merupakan sebuah portal dan menawarkan jasa yang sama seperti yang ditawarkan oleh Uber, namun GrabTaxi lebih ‘diterima’ karena menggunakan armada taksi biasa dalam operasionalnya,” ujarnya.
 
Meski GrabCar menggunakan kendaraan pribadi, nyatanya karena bernaung dengan GrabTaxi, operasional GrabCar cenderung lebih halus dan lancar dibandingkan Uber, karena strategi hubungan pemerintahan yang dibangun tadi.
 
Pengemudi Uber panik, namun lanjut ‘narik’
 
Bagi mereka yang duduk di belakang setir kemudi khususnya yang  menggunakan sistem penerima layanan Uber, berbagai pemberitaan mengenai penolakan dan penangkapan kendaraan Uber, sungguh meresahkan.
 
Seorang pengemudi Uber Jakarta yang dihubungi oleh DNA, menyatakan kepanikannya mendengar pemberitaan mengenai kendaraan Uber yang ditahan.
 
“Saya bergabung dengan Uber baru minggu lalu karena saya baru mengalami PHK [pemutusan hubungan kerja] dari pekerjaan saya di pabrik furnitur di Tangerang Selatan, saya tidak mau kehilangan pekerjaan ini juga,” ujar pengemudi yang meminta namanya tidak disebutkan.
 
Ia mengaku tertarik menjadi pengemudi Uber karena melihat temannya yang bisa menghasilkan Rp5-7 juta (US$348-487) per minggu.
 
Tentu saja jumlah pendapatan sebesar itu jauh lebih tinggi dibandingkan gajinya ketika bekerja di pabrik furnitur yang sebesar Rp2,7 juta (US$191) per per bulan. Tergiur oleh pendapatan yang besar itulah yang membuatnya percaya diri untuk bisa memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarganya.
 
“Meskipun berita penangkapan kendaraan Uber membuat saya merinding, tapi saya tetap berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang terbaik,”
 
“Jika pelanggan yang naik mobil saya senang dengan pelayanan kami, mereka akan bilang kepada pemerintah DKI Jakarta untuk tidak melarang Uber. Saya hanya bisa berharap pemerintah mau mendengar suara pelanggan,” tambahnya.
 
Uber galang dukungan

Jakarta bentuk Satgas khusus untuk awasi Uber … dan GrabCar

Uber yang memiliki lebih dari 6,000 pengemudi yang bermitra dengannya pun mengharapkan dukungan dari puluhan ribu pelanggan setianya untuk mendukung Uber dalam situasi yang sedang dialami sekarang.
 
Pada 12 September 2015 lalu, setelah Satgas khusus untuk mengawasi kendaraannya dibentuk, setiap pelanggan akan menerima surat elektronik bertajuk ‘[Nama Pelanggan, Make Your Voice Count!’, mendorong para pelanggannya untuk angkat bicara.
 
Uber juga membuat sebuah situs ‘Support Uber Indonesia!’ (gambar diatas) meminta sebanyak 25.000 tanda tangan daring untuk mendukung kelangsungan operasionalnya di Jakarta.
 
Hingga saat ini sudah tercatat lebih dari 24.000 tanda tangan daring terkumpul hanya dalam hitungan hari.
 
Tanda tangan daring ini memang tidak serta merta akan memberikan tiket gratis bagi Uber untuk beroperasi di Jakarta, namun hal ini akan memberikan Uber amunisi tambahan,serta daya tawar yang kuat untuk berhadapan dengan penolakan yang dialaminya di Jakarta: yaitu suara dari konsumennya.
 
Artikel Terkait:
 
Bread & Kaya: Uber and GrabCar services legal in Malaysia?
 
The Uber-SPAD spat: Be careful what you wish for
 
Singapore’s LTA moves to regulate taxi-booking apps
 
Uber lauds Manila regulations for legalising ride-sharing apps
 
 
Untuk mengakses lebih banyak berita-berita teknologi serta informasi terkini, silahkan ikuti kami di TwitterLinkedIn or sukai laman kami di Facebook.

 
Keyword(s) :
 
Author Name :
 
Download Digerati50 2020-2021 PDF

Digerati50 2020-2021

Get and download a digital copy of Digerati50 2020-2021