UKM Indonesia 'Go Digital'

  • UKM mampu bertahan di tengah terpaan krisis ekonomi global
  • Sosialisasi terbatas, digitalisasi UKM perlu bantuan swasta
UKM Indonesia 'Go Digital'

To read a slightly different version of this story in English, click here.
 
INDONESIA yang sempat menjadi kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara pada periode tahun 2010 hingga 2012, kini menghadapi perlambatan pertumbuhan ekonomi.
 
Hal ini diakibatkan anjloknya harga komoditas yang menjadi sumber utama pendapatan ekspor negara, dan pelemahan rupiah yang berimbas pada menurunnya konsumsi masyarakat.
 
Sempat mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 6,2 persen pada 2010 dan 2011, pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun pada 2014 hanya menyentuh angka 5 persen saja. Bank Indonesia memprediksi tahun 2015 ini pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di kisaran 4,7 hingga 5,1 persen, tak jauh berbeda dengan tahun lalu.
 
Pelemahan ekonomi tanah air, sedikit banyak juga disumbang oleh pelemahan ekonomi global. Karena itulah, para pelaku industri berharap pemerintah bisa mencari peluang dari sektor-sektor yang potensial untuk berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
 
“Indonesia perlu memulai restrukturisasi ekonomi secara menyeluruh, dimana struktur baru tersebut harus memiliki landasan yang kokoh dan tak mudah terombang-ambing faktor eksternal,” ujar Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Perbankan dan Finansial Rosan Perkasa Roeslani, dalam pernyataan resmi yang diterima Digital News Asia (DNA), 3 Oktober.
 
Menurut Rosan, yang juga menjadi calon kuat Ketua Umum Kadin ini, struktur baru ekonomi Indonesia harus berbasiskan industri.
 
“Kita dapat merintis basis industri dengan membangun dan mendukung ‘local champion,’ yakni produk atau merek lokal unggulan yang menjadi andalan dan bisa masuk pasar global.”
 
Para ‘local champion’ ini, sambung Rosan, tidak lain adalah para pelaku usaha kecil menengah (UKM) yang ada di Indonesia. UKM ini perlu didorong maju karena menunjang ketahanan ekonomi nasional.
 
Sebagai contoh, pada krisis moneter 1998, UKM menjadi salah satu pilar ekonomi yang tak mempan hantaman krisis.
 
Bukan hanya mampu menahan ekonomi Indonesia dari paparan krisis saja, pengembangan UKM terutama keterlibatan digital juga dinilai mampu memberikan kontribusi besar pada pertumbuhan PDB (produk domestik bruto) nasional.
 
Deloitte Access Economics dan Google Indonesia dalam laporan studinya yang bertajuk UKM Pacu Perekonomian yang diluncurkan pada 20 Agustus lalu menyatakan jika UKM Indonesia diberdayakan dan digiring masuk ranah digital, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mendapatkan dorongan tambahan sebesar 2 persen.
 
Dalam laporan tersebut, Deloitte Access Economics mengemukakan bahwa selama satu dekade terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 5 persen pertahunnya. Untuk mencapai target menjadi negara berpenghasilan menengah pada tahun 2025, Indonesia membutuhkan pertumbuhan PDB sebesar 7 persen.
 
Dengan mengoptimalkan keterlibatan digital para pelaku UKM, Indonesia akan mampu mencapai visi pertumbuhan PDB 7 persen dengan 2 persen berupa tambahan dari keterlibatan digital UKM.

UKM Indonesia 'Go Digital' 

Keterlibatan digital UKM yang dimaksud dalam laporan tersebut terbagi dalam beberapa tingkatan:
 

  1. Bisnis luar jaringan/luring (offline): Yakni UKM yang tidak memiliki akses broadband, ponsel pintar, maupun komputer, dan tidak memiliki situs jejaring;
  2. Bisnis dalam jaringan/ daring (online) dasar: Yakni memiliki akses broadband, memiliki ponsel pintar atau komputer, dan memiliki keberadaan daring dasar (situs jejaring standar dan informasi yang terbatas;
  3. Bisnis daring (online) menengah: Yakni terlibat langsung dalam jejaring sosial melalui situs jejaring yang terintegrasi dengan media sosial, atau live chat; dan
  4. Bisnis daring (online) lanjutan: Yakni UKM yang memiliki konektivitas yang canggih, jejaring sosial yang terintegrasi, serta kemampuan bisnis e-commerce.
UKM Indonesia 'Go Digital' 
Peluncuran hasil studi ‘UKM Pacu Perekonomian’ (ki-ka): Director Deloitte Access Economics Ric Simes; Menkominfo Rudiantara; head of Public Policy & Government Relations Google Indonesia Shinto Nugroho; president director PT Deloitte Konsultan Indonesia Claudia Lauw Lie Hoeng; director Deloitte Access Economics John O’Mahoney.
 

Dari survey yang dilakukan Deloitte Access Economics pada 437 UKM yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar, ditemukan bahwa sebesar 36 persen UKM masuk dalam kategori bisnis luring tanpa akses broadband, 37 persen sudah masuk dalam bisnis daring dasar, 18 persen masuk kategori bisnis daring menengah, dan hanya 9 persen yang masuk kategori bisnis daring lanjutan.
 
Kondisi ini masih jauh dari harapan optimalisasi UKM Indonesia. Padahal, jika UKM didorong untuk masuk ke tahapan bisnis daring menengah dan lanjutan, pertumbuhan bisnis akan mampu bertumbuh 80 persen lebih besar dibandingkan bisnis luring.
 
Keuntungan lain bagi UKM jika masuk ke bisnis daring menengah dan lanjutan, adalah kemampuan untuk mempekerjakan karyawan.
 
Jika bisnis luring hanya memilki kemungkinan sebesar 9 persen dalam meningkatkan lapangan pekerjaan, bisnis daring menengah dan lanjutan memiliki kemungkinan masing-masing 23 persen dan 150 persen.
 
Selain itu, bisnis dengan kemampuan daring lanjutan memiliki kemungkinan 17 kali lebih besar untuk berinovasi, sehingga bisa meningkatkan pendapatannya.

Tiang pertumbuhan ekonomi merata

UKM Indonesia 'Go Digital' 

Menurut data dari Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), lebih dari 97 persen perusahaan di seluruh negara ekonomi APEC adalah UKM. Di Indonesia, Thailand, Filipina, Singapura, Tiongkok, Korea, Jepang, Australia, New Zealand, Kanada dan Amerika Serikat, persentase UKM sudah mencapai 99 hingga 100 persen dari total perusahaan yang ada.
 
Dalam APEC SME Ministerial Meeting yang diadakan di Filipina pada 25 September lalu, para menteri sepakat untuk merangkul pelaku UKM di seluruh negara ekonomi APEC guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang merata.
 
“Tanpa kehadiran UKM di pasar global, pertumbuhan yang merata tidak mungkin bisa tercapai,” ujar Philippine Department of Trade and Industry Secretary Gregory Domingo dalam pernyataan resminya.
 
“Menjadi hal yang amat penting bagi negara ekonomi APEC untuk merangkul para pelaku UKM, terutama mendorong kemampuan mereka untuk memanfaatkan peluang bisnis lintas negara,” sambung dia.
 
Indonesia dan Tiongkok adalah dua negara APEC dengan kontribusi UKM terbesar terhadap perekonomian negara, masing-masing sebesar 59 persen.
 
Indonesia juga menjadi negara dimana kontribusi lapangan pekerjaan yang didapatkan dari UKM mencapai 92 persen dari total lapangan pekerjaan yang ada.
 
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, Indonesia memiliki 57,89 unit usaha UKM, atau sekitar 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional. Meski demikian, masih ada peluang untuk memperbanyak jumlah pelaku usaha yang akan berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia.
 
“Indonesia punya 250 juta penduduk, tapi jumlah pengusaha UKM hanya 1,65 persen dari total penduduk. Jumlah ini sangat kecil bila dibandingkan dengan Malaysia yang memiliki pelaku UKM sebesar 5 persen, dan Singapura yang sebesar 7 persen,” ujar ketua umum Asosiasi UKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun saat diwawancarai DNA.
 
Ia menambahkan, potensi UKM di Indonesia masih sangat besar, mengingat saat ini persentasenya masih di bawah 2 persen dari total penduduk.
 
Semakin banyak pelaku usaha UKM yang bermunculan, semakin besar peluang pertumbuhan ekonomi yang akan dikontribusi oleh para pelaku UKM ini.
 
‘Go digital’ perlu bantuan swasta
 
UKM Indonesia 'Go Digital'Agar UKM Indonesia dapat merasakan potensi pengembangan bisnis yang besar, penting bagi pelaku untuk menyadari peran teknologi dan digitalisasi terhadap bisnisnya.
 
“Sejak dulu UKM di Indonesia sudah terbukti bisa menjadi penopang ekonomi. Agar bisnis UKM bisa lebih berkembang, mampu menyentuh seluruh pasar potensial di seluruh Indonesia, kawasan regional maupun global, para pelaku UKM harus mengerti teknologi dan ‘go digital’,” kata Ikhsan (gambar).
 
Ikhsan menambahkan, saat ini sudah ada sebagian kecil pelaku UKM yang sudah memanfaatkan teknologi dalam bisnisnya, namun sebagian besar masih belum paham bagaimana untuk go digital.
 
Pemerintah sendiri menyadari masalah ini, dan memberi tanggung jawab pada Akumindo untuk melakukan sosialisasi keterlibatan digital pada sekitar 57 juta UKM yang ada di Indonesia.
 
Sayangnya, keterbatasan sumber daya manusia dari Akumindo sedikit membatasi ruang gerak untuk melakukan sosialisasi intensif ini.
 
“Kami berusaha sebaik mungkin untuk berikan sosialisasi peran teknologi dalam pengembangan bisnis. Namun kami pun sadar bahwa ruang gerak kami masih terbatas baik dalam hal skala maupun kemampuan,” tambah Ikhsan.
 
Oleh karenanya, Ikhsan menyerukan perlunya bantuan pihak swasta yang bergerak di bidang teknologi dan digital, untuk membantu Akumindo melakukan sosialisasi kepada seluruh pelaku UKM di Indonesia.
 
“Sosialisasi dan dorongan bagi UKM untuk masuk ke ranah digital tidak bisa mengandalkan pemerintah semata,” katanya.
 
Meski asosiasi telah berupaya keras, masih dibutuhkan kontribusi dari para pelaku industri swasta untuk membantu menyampaikan pentingnya go digital bagi perkembangan bisnis UKM Indonesia.
 
“Pemain swasta punya kemampuan know-how yang lebih terperinci dan strategis, kami mengharapkan kesediaan para pelaku swasta untuk membantu sosialisasi dan mengajarkan para UKM untuk melek digital”
 
Tambah Ikhsan, sesungguhnya hampir semua UKM di Indonesia menyadari potensi bisnis yang besar jika mereka masuk ranah digital, hanya saja mereka tidak tahu bagaimana dan harus mulai darimana.
 
Artikel Terkait:
 
Hadapi persaingan, Blibli.com gandeng produk local

Made-in-Malaysia platform out to solve the SME tech dilemma
 
Huge opportunities for SMEs in cross-border e-commerce: PayPal
 
 
Untuk mengakses lebih banyak berita-berita teknologi serta informasi terkini, silahkan ikuti kami di 
TwitterLinkedIn or sukai laman kami di Facebook. 
 

 
Keyword(s) :
 
Author Name :
 
Download Digerati50 2020-2021 PDF

Digerati50 2020-2021

Get and download a digital copy of Digerati50 2020-2021