Rappler.com: Menggebrak teknologi untuk masa depan media independen

  • Keterlibatan masyarakat kunci pertumbuhan rata-rata 100 persen dalam 3 tahun pertama
  • Tarik investor global, Rappler kembangkan ragam platform pendukung serta pasar baru
Rappler.com: Menggebrak teknologi untuk masa depan media independen

To read a different version of this story in English, click here.

HENGKANG dari posisi eksekutif media besar lalu membangun sebuah media independen bagi Maria Ressa (gambar di atas) itu adalah panggilan yang harus dijalaninya dan sedikitpun tidak dia sesali.

Sebagai seorang jurnalis senior, Maria sadar setiap negara mutlak membutuhkan media independen. “Apapun itu, baik itu televisi, media cetak, maupun media digital,” ujar Maria yang saat ini menduduki posisi sebagai CEO Rappler, pada konferensi Tech in Asia (TiA) Jakarta, 11 November lalu.

Maka ia pun menggagas Rappler yang lahir dari sebuah halaman komunitas Facebook pada Agustus 2011. Di tahun yang sama pula, ia menyatakan tidak akan memperpanjang kontraknya sebagai pimpinan divisi pemberitaan ABS-CBN Filipina.

Saat ini, Rappler telah menjelma sebagai salah satu situs media independen terbesar di Filipina. Rappler menduduki peringkat ketiga situs pemberitaan terpopuler di Filipina berdasarkan hasil riset perusahaan informasi berbasis di California, Amerika Serikat, Alexa. Dan di tahun 2015 ini, Rappler melakukan ekspansi ke Indonesia.

Bukan hanya itu saja, dari sisi jangkauan dan pertumbuhan media, Rappler tergolong tumbuh di atas rata-rata.

“Rappler mampu tumbuh rata-rata 100 persen secara year-on-year pada 3 tahun pertama,” papar Maria pada Digital News Asia seusai acara diskusi konferensi TiA di Jakarta.

Rata-rata pertumbuhan ini, lanjut Maria, berdasarkan catatan Google Analytics yang mengukur banyaknya kunjungan halaman (page views), kunjungan unik (unique visits), dan pengunjung situs (visitors).

Angka ini jelas menunjukkan sebuah gebrakan bagi industri media yang selama ini masih banyak menggunakan pola lama dalam membangun bisnis.

“Grup media tradisional biasanya membutuhkan kurang lebih 10 tahun untuk pulang pokok (break-even), Rappler menargetkan pulang pokok pada awal 2016 mendatang, empat tahun sejak situs berita ini resmi berdiri,” tambah jurnalis yang pernah bekerja selama 18 tahun di organisasi berita internasional CNN ini.

Sejak berdiri di awal 2012, kini Rappler memiliki  hampir 60 karyawan di Filipina, yang terdiri dari 13 tim eksekutif yang menangani editorial pemberitaan, sistem video, desain, keterlibatan komunitas, media sosial, manajemen proyek, data, serta pemasaran dan penjualan.

Di atas tim tersebut, Rappler Filipina juga memiliki delapan orang yang menangani masing-masing sektor pemberitaan, 12 jurnalis multimedia, tujuh produser multimedia, enam produser sosial media, serta 10 karyawan lain yang menangani proyek, desain, dan riset.

Tarik minat investor global

Rappler.com: Menggebrak teknologi untuk masa depan media independen

Formula baru jurnalisme yang mengusung independensi serta keterlibatan masyarakat membuat Rappler menarik perhatian investor global.

Baru saja, di bulan November ini, Rappler Holdings Corporation, organisasi induk Rappler.com mengumumkan masuknya investor global bentukkan founder eBay Pierre Omidyar, Omidyar Network.

Rappler dinilai sesuai dengan kriteria investasi Omidyar Network yang fokus dalam mendorong bisnis dan usaha yang mampu menggerakkan kekuatan masyarakat.

Investasi yang jumlahnya tidak disebutkan jumlahnya ini didapatkan Rappler setelah mengeluarkan sebuah instrumen investasi Philippines Depository Receipts (PDR).

PDR yang dikeluarkan oleh Rappler ini memungkinkan investor asing, dalam hal ini Omidyar Network untuk membeli sejumlah saham pokok.

Meski demikian, PDR mengharuskan perusahaan Filipina, baik media maupun lainnya, untuk menjaga kepemilikan sahamnya minimal 40 persen. Seri pendanaan ini sejajar dengan pendanaan Serie A yang didapatkan oleh perusahaan rintisan atau startup.

Sebelumnya, di bulan Mei 2015, Rappler juga mendapatkan dana investasi ‘jutaan dolar Amerika Serikat’ dari perusahaan investasi yang dipimpin oleh jurnalis senior Marcus Brauchli, North Base Media.

Marcus yang juga memimpin divisi pemberitaan The Washington Post dan The Wall Street Journal menyatakan dalam laporan Rappler, bahwa investasi ini membuka jalan kemitraan bagi kerjasama media independen dan masa depan media itu sendiri.

Ekspansi berbagai platform dan masuk ke Indonesia

Rappler.com: Menggebrak teknologi untuk masa depan media independen

Dana investasi yang didapatkan dari berbagai investor global tersebut, menurut Maria, memberikan peluang untuk ekspansi Rappler baik dari sisi penambahan platform pendukung, serta menjangkau pasar baru.

Pundi uang yang kini cukup besar mampu membuat Rappler mengembangkan Reach, sebuah platform pemetaan komunitas milik Rappler, serta berbagai inisiatif baru seperti aplikasi pemilihan umum PHVote, Rappler Store, dan platform blog X.

Selain itu, pendanaan yang didapatkan di bulan Mei 2015, memantapkan ekspansi operasi pemberitaan Rappler ke Indonesia.

“Filipina dan Indonesia memiliki banyak kesamaan dari sisi kekuatan masyarakat dalam menggunakan sosial media, dan ini menjadi basis kami untuk ekspansi operasional editorial di Indonesia pada pertengahan tahun 2015 ini,” papar Maria.

Membentuk tim editorial dengan tiga reporter, dua editor, serta satu wartawan senior, biro Indonesia Rappler semakin lengkap dengan penunjukan Natashya Gutierrez, salah satu karyawan pertama yang membangun Rappler di Filipina, sebagai kepala biro Rappler Indonesia.

Menurut kepala biro Rappler Indonesia, Natashya, Rappler hadir di Indonesia dengan menyajikan pemberitaan dalam Bahasa Indonesia.

“Lebih dari itu, potensi keterlibatan sosial masyarakat Indonesia juga sangat besar, dan Rappler Indonesia siap untuk mengoptimalkan hubungan pemberitaan dan keterlibatan media sosial di Indonesia,” ujar Natashya pada DNA saat ditemui di kantor Rappler Indonesia di Jakarta beberapa waktu lalu.

Teknologi bentuk formula baru jurnalisme

Saat ditanya apa yang menjadi kunci sukses dalam membangun bisnis Rappler? Maria menjawab kunci sukses Rappler adalah kekuatan media sosial dan keterlibatan komunitas.

Membangun sebuah media digital dari awal bukanlah persoalan yang mudah, namun jika mampu memanfaatkan media sosial dan menggerakkan komunitas di dalamnya untuk terlibat, di sinilah keajaiban terjadi.

“Sebagai jurnalis tradisional, kita dilatih untuk melaporkan fakta, kondisi terkini, angka dan selebihnya,” tutur Maria.

“Kita tidak menyadari bahwa dengan kemajuan teknologi yang ada saat ini, kita bisa memberikan lebih dari sekedar cerita atau berita, kita bisa mendorong masyarakat untuk terlibat langsung, menjadi pelaku cerita tersebut,” tambahnya.

Formula jurnalisme yang dulu begitu kaku dan satu arah, di tangan Maria berubah menjadi komunikasi dua arah, yang saling berinteraksi dan mengajak pembacanya ikut serta lebih dalam.

Rappler.com: Menggebrak teknologi untuk masa depan media independen“Emosi yang wajar dalam sebuah berita membuat pembaca merasa terhubung dengan individu di balik cerita tersebut dan memungkinkan interaksi yang lebih bermakna,” tandasnya.

Tak hanya itu, Rappler juga ingin mengetahui bagaimana perasaaan pembacanya saat sedang membaca sebuah berita dengan Mood Meter.

Mood Meter ini adalah model keterlibatan pembaca paten milik Rappler yang ada berkat crowdsourcing. Teknologi ini yang akan memberikan informasi apa yang dirasakan pembaca terhadap sebuah artikel, sehingga menjadi semacam umpan balik bagi sajian Rappler itu sendiri.

“Sebagai jurnalis, berita yang kami sajikan bukan hanya sekedar memberi informasi, tapi juga mampu membuat riak atau ombak kecil di lautan yang harusnya mampu menggerakkan masyarakat,” tambahnya.

Baik di Filipina maupun Indonesia, Rappler memiliki tim khusus yang berdedikasi pada pembangunan jaringan komunitas. Hal ini juga menjadi pembeda Rappler dengan media lain: Menggabungkan jurnalisme tradisional dengan teknologi serta kekuatan keterlibatan pembacanya.

Melepaskan kekuasaan dan belajar lagi

Menikmati setiap detik perkembangan Rappler, Maria mengakui harus melepas segala hal yang ia ketahui sebelumnya.

“Media digital adalah media baru, industri baru. Saat komitmen untuk menggunakan teknologi sudah disampaikan, maka hal selanjutnya adalah belajar dari nol,” pungkas Maria.

Hal-hal yang dia ketahui dari pengalamannya dengan grup media besar yang sudah lama berdiri, dijadikan tolak ukur untuk membuat gebrakan dalam industri.

“Dunia digital adalah dunia mereka yang muda. Hal selanjutnya adalah terus mendengarkan ide dan masukan dari anak muda. Awal merekrut karyawan, kami mencoba untuk mendapatkan anak-anak muda terbaik di bidang jurnalisme, media sosial dan teknologi untuk Rappler,” tambahnya.

Ia percaya bahwa dengan membuka pikiran dan memanfaatkan gebrakan teknologi yang ada saat ini, model bisnis tradisional seperti industri media bisa merasakan manfaatnya.

“Pertumbuhan yang tadinya linear dan konstan, bisa menjadi pertumbuhan yang eksponensial,” layaknya pertumbuhan yang dirasakan oleh Rappler saat ini.

Artikel Terkait:

DNA lands in Indonesia

KiniBiz’s Gunasegaram: From ink to pixels

Digerati50: Fighting for free and fair journalism

Digerati50: The 'old media' geek

The struggle to monetise online content facing new challenges

Untuk mengakses lebih banyak berita-berita teknologi serta informasi terkini, silahkan ikuti kami di Twitter, LinkedIn or sukai laman kami di Facebook.

 
Keyword(s) :
 
Author Name :
 
Download Digerati50 2020-2021 PDF

Digerati50 2020-2021

Get and download a digital copy of Digerati50 2020-2021